photo header_zpsf85c17c8.png

Kamis, 29 Januari 2015

Upah

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasayang telah atau akan dilakukan.

Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman, sedangkan Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah Upah Minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu provinsi.

Upah Minimum Provinsi ini menjadi standar minimum yang digunakan para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.

2.    Sanksi pidana

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 15 Permenakertrans No. 7 tahun 2013 jo Pasal 90 ayat 1, dinyatakan bahwa “Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89”.

Tetapi dalam praktek dilapangan, masih banyak pelaku usaha yang membayar upah di bawah ketentuan UMR dengan dalih usaha skala kecil sehingga tidak sanggup bila membayar sesuai ketentuan UMP yang berlaku. Ironisnya banyak pekerja yang juga menerima ketentuan tersebut, mengingat sulitnya mencari pekerjaan, terlebih itu pekerjaan yang bersifat tetap dan pada perusahaan besar.

Padahal bila Pengusaha melanggar ketentuan Pasal 90 ayat (1) tersebut, menurut ketentuan  Pasal 185 ayat (2) Pengusaha diklasifikasikan telah melakukan tindak pidana kejahatan. Lebih lanjut, Pengusaha dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 185 ayat (1) yang berbunyi:

Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143 dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7),  dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000 (empat ratus juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 185 ayat (1) pernah diterapkan dalam sebuah perkara Pidana di Pengadilan Negeri Surabaya yang berlanjut hingga kasasi ke Mahkamah Agung dengan Nomor pekara Kasasi No.: 867 K/Pid.Sus/2012 dimana hakim kasasi dalam putusannya menghukum Pengusaha dengan hukuman minimal yakni selama 1 (satu) tahun dan denda Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
Kasus ini hendaknya menajdi pesan buat para pengusaha, agar benar-benar menerapkan system pengupahan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Sumber:
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
PERMENAKERTRANS NO.7/MEN/2013 tentang Upah Minimum
http://solusihukumtepat.blogspot.com/2014/08/sanksi-pidana-jika-membayar-upah-di.html


JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 1 tahun dan denda Rp 100 juta kepada Tjioe Christina Chandra, pengusaha asal Surabaya yang membayar karyawannya di bawah upah minimum regional. Sanksi pidana kepada pengusaha itu yang pertama di Indonesia.
Vonis kasasi itu dipimpin ketua majelis hakim Zaharuddin Utama, dengan anggota majelis Prof Dr Surya Jaya dan Prof Dr Gayus Lumbuun dalam perkara Nomor 687 K/Pid.Sus/2012.
Menurut anggota majelis hakim, Gayus Lumbuun, di Jakarta, Rabu (24/4/2013), hukuman pidana itu diberikan atas dasar pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni Pasal 90 Ayat (1) dan Pasal 185 Ayat (1).
Pasal 90 Ayat (1) menyebutkan, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Sementara Pasal 185 Ayat (1) menyebutkan, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.
Gayus menekankan, pengabaian terhadap ketentuan UMR merupakan tindak kejahatan. Di tengah kondisi negara yang diwarnai banyak pengangguran dan rakyat berkekurangan untuk mendapatkan pencarian, banyak penyalahgunaan keadaan. Dalam perkara tersebut, penyalahgunaan dilakukan oleh pengusaha.
Hukuman minimal yang diberikan itu merupakan tahap awal sebagai pembelajaran masyarakat. Ke depan, pengusaha yang melakukan kejahatan serupa dan dilaporkan, akan dikenakan sanksi.
”Kami berharap putusan ini memberikan efek jera agar pengusaha tidak menyalahgunakan keadaan dan menaati aturan upah minimum. MA masih bisa diharapkan sebagai benteng terakhir untuk memperjuangkan hak buruh,” ujarnya.
Vonis kasasi itu ditetapkan tanggal 5 Desember 2012. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Chandra, tetapi jaksa penuntut umum mengajukan kasasi.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari mengatakan, pemerintah akan mempelajari putusan MA itu. Ini karena persoalan UMR berkaitan dengan kepentingan industri, terutama industri yang sifatnya padat karya. ”Bagi industri padat karya, kan, kemarin diupayakan agar ada kemudahan dalam penangguhan,” ujar Ansari.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan, semua pihak harus melihat putusan MA menjatuhkan sanksi pidana atas pengusaha yang membayar karyawannya di bawah UMR dari berbagai sisi. Sebagai keputusan hukum, putusan itu harus dihargai.
”Namun, jangan hanya dilihat putusan akhirnya, lihat juga latar belakangnya,” ujarnya.
Franky mengatakan, harus dilihat latar belakangnya, yakni apakah semua mekanisme yang diperlukan, mulai dari persetujuan bipartit, pengajuan penangguhan, dan persetujuan dari Disnaker setempat dilakukan pengusaha.
Apabila semua mekanisme itu dilakukan, seharusnya tidak ada sanksi yang dijatuhkan. Mekanisme tersebut ditempuh karena ada perusahaan yang memang secara faktual belum mampu membayar penuh sesuai UMR.
Menurut Franky, putusan MA itu juga akan membuka mata publik, termasuk pelaku usaha kecil dan menengah. ”UKM akan melihat putusan ini dan tahu bahwa membayar di bawah UMR bisa seperti itu,” katanya.
Bagi perusahaan skala di atasnya yang juga terbebani, maka putusan itu bisa menjadikan mereka akhirnya memilih mengurangi tenaga kerja (PHK) saat tidak sanggup membayar karyawannya sesuai UMR.
Pemerintah diminta mencermati permasalahan ini agar ada kepastian dalam hubungan industrial.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal berpendapat, keputusan MA sudah benar karena sesuai UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. UU itu mengatur sanksi bahwa pengusaha yang tidak membayar UMR didenda Rp 400 juta dan penjara maksimal 4 tahun.
Menurut Iqbal, keputusan tersebut sebagai law enforcement (penegakan hukum) terhadap hak buruh karena UMR adalah jaring pengaman agar buruh tidak absolut miskin akibat tidak dibayar sesuai UMR.
Iqbal mengatakan, keputusan itu merupakan suatu bukti bahwa hukum bisa berpihak kepada rakyat kecil dan agar pengusaha tidak sewenang-wenang membayar upah buruh. (ANA/LKT/CAS/DMU/Ham)

Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/04/25/08215445/Bayar.Karyawan.di.Bawah.UMR.Pengusaha.Dijatuhi.Hukuman 




http://ksb-serang.blogspot.com/2015/01/upah-lembur-dan-perhitungan-upah-lembur.html

 

0 komentar:

Posting Komentar

tes photo tes_zps373ba747.png